Jumat, 16 Oktober 2009

Kisah Binatang dalam relief

Candi merupakan tinggalan masa lalu yang sampai sekarang masih banyak dijumpai. Di Indonesia sebutan Candi juga digunakan untuk menyebut pertirtaan dan gapura. Candi sendiri merupakan peninggalan arkeologis dari masa Hindu-Budha. Candi merupakan tempat pemujaan kepada para Dewa. Didalam candi sendiri terdapat relief. Didalam seni bangun Candi, relief mempunyai peranan penting, sebagai media visual yang memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai ungkapan historis, filosofis, dan edukatif (Suliantoro, 1990). Fungsi historis dari relief ditunjukkan dengan penggambaran candra sengkala, yaitu menunjukkan makna angka tahun pendirian candi atau peristiwa penting lainnya. Fungsi filosofisnya sendiri melalui penggambaran secara kesuluruhan suatu cerita yang didalamnya terkandung makna filsafati. Fungsi edukatif ditunjukkan pada inti filosofi penggambaran relief yang berisi tuntunan atau pendidikan moral bagi manusia.

Penggambaran cerita dalam relief meliputi kondisi lingkungan dan kehidupan masyarakat Jawa termasuk kondisi kehidupan alamnya. Gambaran tersebut berupa manusia, hewan, tumbuhan, bangunan, suatu peristiwa tertentu dan aktivitas tertentu pada masa tersebut. Gambaran pada relief tersebut bisa menjadi sumber data arkeologi untuk merekonstruksi kehidupan pada masa lalu. Dalam kaitannya pengambaran fauna dalam relief terdapat dua jenis penggambaran. Yaitu sebagai latar dalam suatu cerita dan sebagai tokoh inti dalam suatu cerita. Penggambarannya dalam relief juga bermacam-macam, hal tersebut bisa terjadi karena keahlian pemahatnya, isi ceritanya dan latar belakang keagamaannya. Keahlian pemahat dalam relief merupakan salah satu faktor penting penggambaran fauna dalam relief. Proses pembuatanya biasanya isi cerita pada relief telah ditentukan adegan dan cerita atau peristiwa yang akan digambarkan pada relief. Namun sentuhan akhirnya bisa terpengaruh oleh ide, kreativitas, dan daya cipta pemahatnya.bisa dikatakan bahwa relief sebagai karya seni merupakan ungkapan nyata yang dapat dilihat dan diraba dari ide yang ada didalam diri seniman pembuatnya (Kusen, 1985). Ide yang dituangkan dalam relief memiliki tujuan sebagai penyampaian pesan kepada para penikmatnya setelah relief ini dibuat. Relief diusahakan mencerminkan pemahaman tentang agama yang dianut pada saat itu. Salah satu penyampaian pesannya adalah melalui cerita fabel. Dan cerita fabel tersebut dapat diketemukan dalam relief jataka di Candi Borobudur.

Ide yang dituangkan dalam relief memiliki tujuan untuk menyampaikan pesan kepada para penikmatnya setelah relief dibuat. Relief diusahakan mencerminkan pemahaman tentang agama yang dianut pada saat itu. Salah satu penyampaian pesannya adalah melalui cerita binatang, yang antara lain dapat diketemukan dalam relief jataka di Candi Borobudur. Relief jataka terletak pada bangunan tingkat I di langkan bawah, terdiri dari 372 panil. Berbagai pendapat menyatakan bahwa relief jataka adalah cerita Sang Budha sebelum dilahirkan sebagai pangeran Sidharta. Isi pokoknya adalah penonjolan perbuatan baik yang membedakan sang Bodhisattwa dari makhluk-makhluk lainnya. Sang budha sendiri dalam kisahnya telah berulang-ulang dilahirkan dan dilahirkan kembali sampai ratusan kali , baik sebagai binatang maupun manusia. Maka kisah-kisah tersebut dibukukan sebagi satu himpunan. Himpunan paling terkenal adalah Jatakamala atau “Untaian kisah jataka”, karya penyair Aryasura yang hidup pada abad IV M. (Joesoef, 2004).

daftar bacaan:

Joesoef, Daoed. 2004. “Borobudur”. Jakarta: Kompas.

Kusen. 1985. Kreativitas dan kemandirian seniman Jawa dalam mengolah pengaruh budaya asing. Dalam Proyek Penelitian dan Pengajaran Kebudayaan Nusantara Dirjen Kebudayaan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Suliantoro. B.W. 1990. Nilai Estetis Candi Prambanan. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM.

Selasa, 23 September 2008

Selintas Banten ( dibalik foto)


Pintu Gerbang Makam Kenari

Lokasi makam Kenari terletak di Kampung Kenari, sekitar 3 km dari Mesjid Agung Banten. Komplek makam ini merupakan makam Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir Kenari (1596-1651). Di dalam komplek makam ini terdapat pula makam putranya dan kerabat lainnya. Bentuk gerbang komplek makam ini menarik karena berbentuk bentar yang terbuat dari bata.


Pintu Gerbang mesjid Keraton Kaibon

Keraton Kaibon, Kaibon berasal dari kata ka-ibu-an, tempat tinggal yang diperuntukkan bagi ibunda Sultan. Terletak sekitar 500 meter sebelah tenggara Keraton Surosowan. Pada tahun 1832, bangunan Keraton Kaibon dihancurkan oleh Belanda, saat ini yang tersisa hanya bagian fondasinya, runtuhan dinding dan sisi kiri dari bagian pintu masuknya.




Senin, 22 September 2008

Menatap sejarah masa lalu di Banten

Banten dalam sejarahnya dikenal sebagai daerah tempat berdirinya sebuah Kerajaan Islam, yaitu Kasultanan Banten. Bukti sejarahnya dapat dilihat pada bangunan peninggalannya, seperti Keraton Surosowan, Keraton Kaibon dan tentu saja yang paling sering kita dengar, Komplek Mesjid Agung Banten. Tentu kita tak heran bila mendengar nama Mesjid Agung Banten, namun nama tempat seperti Keraton Surosowan dan Keraton Kaibon asing di telinga. Wajar bila terdengar asing karena kedua tempat tersebut kini tinggal menyisakan puing-puingnya saja. Kemegahan bangunan tersebut kini telah hilang dan lagi diperparah dengan kondisi sekitar bangunan tersebut yang cenderung kumuh yang akhirnya semakin menenggelamkan sisa-sisa jejak kemegahan Kasultanan Banten.

Keraton Surosowan sendiri merupakan kumpulan bangunan tempat tinggal keluarga raja. Keraton ini diperkirakan berdiri pada abad ke 17. Berdasarkan berita penelitian arkeologis ada beberapa tahap pada pembangunan Keraton Surosowan. Fase pertama pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin (1552-1570). Fase kedua diperkirakan pada tahun 1680 dengan bantuan arsitek Hendrik Lucaszoon Cardeel. Fase ketiga adalah tahap pendirian kamar-kamar di sepanjang dinding utara, fase keempat dilakukan perubahan pada gerbang utara dan mungkin juga pada gerbang timur. Pada fase terakhir terjadi penambahan banyak kamar di bagian dalam dan penyempurnaan isian dinding. Keraton Surosowan saat ini hanya menyisakan reruntuhannya saja. Bangunan yang masih nampak hanya tembok benteng yang mengelilingi sisa-sisa bangunan. Sisa bangunannya berupa fondasi dan tembok dinding yang sudah hancur, sisa bangunan petirtaan, dan bekas kolam taman.


Foto di atas adalah gerbang timur benteng Surosowan. Dibuat bentuk lengkung dimaksudkan untuk mencegah tembakan langsung bila pintu gerbang dibuka, pintu gerbang ini dibuat dengan atap setengah silinder. Pintu gerbang ini merupakan salah satu bangunan yang tersisa dari Keraton Surosowan


Kolam pancuran Mas di Keraton Surosowan


Keraton Surosowan mengalami beberapa penghancuran. Kehancuran pertama kali terjadi pada tahun 1680. Kehancuran kedua merupakan yang paling parah, terjadi pada tahun 1813, ketika itu Gubernur Jenderal Belanda Herman Daendels memerintahkan penghancuran keraton, setelah itu keraton ditinggalkan penghuninya.